Minggu, 28 Mei 2023

Esai Kesetaraan Gender

WANITA INDONESIA : TANPA PENGECUALIAN DAN PENGUCILAN

Esai oleh Fidelis Satrio Laba 

Mahasiswa Tingkat I PBSI Unika Santu Paulus Ruteng

 

Penyetaraan hak merupakan salah satu isu yang sedang digaungkan dan diperjuangkan sampai saat ini. Dalam tata hukum Indonesia sendiri terdapat pasal dalam UUD 1945 yang menjamin keadilan dan pemerataan pemenuhan hak bagi setiap individu, tepatnya pada pasal 28 A – 28 J tentang Hak Asasi Manusia. Pasal – pasal  tersebut secara eskplisit menjelaskan bahwa jaminan pemenuhan hak terhadap tiap individu merupakan suatu hal yang mutlak tanpa alasan apapun, tak terkecuali perbedaan jenis kelamin.  Baik pria dan wanita  memiliki hak yang sama sebagai warga negara untuk tumbuh dan berkembang serta menjamin kehidupannya masing – masing.

Kesetaraan antara pria dan wanita atau yang lebih dikenal dengan kesetaraan gender ini nyatanya masih belum dapat diterapkan sepenuhnya. Kesetaraan gender sejatinya merupakan persamaan hak asasi manusia serta kesempatan bagi kedua jenis kelamin di semua sektor baik sosial , budaya , politik , pendidikan , hukum dan ekonomi. Berbicara tentang isu kesetaraan gender tidak pernah lepas dari wanita. Adanya diskriminasi khususnya terhadap kaum wanita menjadi penghambat utama penerapan kesetaraan gender. Berbagai kebijakan yang ada dianggap telah merampas hak wanita untuk mengembangkan potensinya dan berkarya di tengah masyarakat.

Permasalahan ketidakadilan gender ini telah banyak terjadi dan mungkin banyak yang tidak menyadari hal tersebut ada di sekitar kita. Misalnya anggapan bahwa wanita lebih baik untuk tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga dan hanya pria saja yang bisa melanjutkan pendidikan tinggi. Tidak jarang dalam satu lingkungan kerja ditemukan perbedaan upah antara pria dan wanita sekalipun memiliki kualifikasi dan pekerjaan yang sama . Masih banyak wanita yang mengalami beban ganda di mana wanita yang bekerja di sektor publik juga harus mengerjakan urusan kodratinya, seperti menjaga kebersihan rumah , memasak , dan mengurus anak ( Mansour Fakih, 2000 ). Bahkan wanita seringkali menjadi korban pelecehan dan kekerasan fisik.

Secara garis besar ada 2 ( dua )  penyebab ketidakadilan gender yang ada di masyarakat. Pertama yakni budaya dan pandangan masyarakat mengenai wanita, di mana wanita dianggap sebagai makhluk yang lemah sehingga tidak jarang wanita dinomorduakan dalam kelas sosial dibanding pria. Konstruksi gender pada suatu masyarakat yang masih kuno cenderung menyudutkan wanita dengan menganggap wanita adalah sosok yang lemah lembut, mudah perasa, tidak rasional sementara pria adalah sosok yang kuat, pemberani . dan  lebih rasional. Dengan pemikiran konservatif itulah dapat membuat wanita terus terperangkap dalam budaya patriarki.

Alasan kedua yaitu kurangnya kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dalam masyarakat. Mayoritas masyarakat menganggap kesetaraan gender tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama yang telah lama diterapkan . Padahal kesadaran gender lahir dari ketidakadilan yang dirasakan wanita dalam masyarakat. Wanita menuntut sebuah keadilan tanpa melupakan kodratnya sebagai wanita. Untuk itu masyarakat harus mengerti betul makna kesetaraan gender ini agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Pemerataan hak dan kewajiban bagi pria dan wanita ini juga masih menjadi perhatian utama pada skala global. Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan dengan sifat dan tingkatan yang bervariasi di berbagai negara atau wilayah di seluruh dunia. Untuk mengukur ketimpangan gender di suatu negara, United Nations Development Programme ( UNDP ) memperkenalkan Gender Inequality Index ( GII ) . GII atau Indeks Ketimpangan Gender digunakan untuk menjelaskan sejauh mana keberhasilan suatu pembangunan dilihat dari tiga aspek pembangunan manusia, yakni kesehatan reproduksi, pemberdayaan , dan partisipasi ekonomi. Indonesia sendiri mendapatkan skor Indeks Ketimpangan Gender sebesar 0,697 dan berada pada peringkat ke – 92 dari total 146 negara berdasarkan laporan World Economic Forum ( WEF ) dalam Global Gender Gap Report 2022. Hal ini menandakan masih adanya kesenjangan gender yang cukup besar di Indonesia hingga sekarang.

Memang tidak dapat dipungkiri kesetaraan gender dalam masyarakat Indonesia sudah mulai terlaksana secara perlahan. Sejarah bangsa Indonesia sendiri mencatat begitu banyak tokoh pejuang wanita yang sedari dulu memperjuangkan hak - hak wanita. Sosok yang paling kita ingat yaitu Ibu Raden Ajeng Kartini sebagai pelopor persamaan derajat wanita nusantara dengan mendobrak ketidakadilan yang dihadapinya kala itu. Dalam perjalanan selanjutnya, semangat perjuangan Ibu Kartini ini ditindaklanjuti pada tanggal 22 Desember 1928 oleh Kongres Perempuan Indonesia yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Ibu. Hingga sampai saat ini begitu banyak para pejuang feminisme tanah air yang turut berkarya demi kemajuan diri sendiri maupun bangsa.

Menurut Qomariah ( 2019 ), mayoritas masyarakat Indonesia telah menerima dan melaksanakan kesetaraan gender dalam kehidupan bermasyarakat meskipun masyarakat sendiri masih memiliki pandangan yang kurang terhadap pengertian kesetaraan gender. Contohnya saja dapat dilihat pada era sekarang ini di mana wanita sudah dapat menikmati pendidikan yang sama dengan pria tanpa dibatasi. Selain itu, wanita juga mendapatkan hak yang sama dalam menyampaikan aspirasinya. Sudah banyak tokoh – tokoh wanita yang berani tampil dan memiliki andil besar dalam berbagai sektor kehidupan masa sekarang , baik dalam bidang politik, hukum, ekonomi , sosial , dan sebagainya. Namun diharapkan penerimaaan ini bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh semua masyarakat ke depannya agar kesetaraan gender akan tetap tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Guna meningkatkan pemahaman dan penerapan kesetaraan gender ini, perlu adanya penanaman kembali nilai-nilai pluralis dalam kehidupan bermasyarakat khususnya anak muda sebagai generasi penerus. Nilai - nilai pluralis seperti saling menghormati, menghargai, mengerti dan pemahaman peran gender yang benar diharapkan mampu meminimalkan tindakan diskriminasi dan memahami bahwa pria dan wanita memiliki hak yang setara. Diperlukan sosialisasi yang secara kontinu dilakukan untuk mengupayakan persamaan hak dan kedudukan pria dan wanita. Mungkin kita bisa mencontoh negara Norwegia dan Islandia di Eropa yang cukup mampu menerapkan kesetaraan gender secara utuh di negaranya. Pemerataan jumlah tenaga kerja di berbagai sektor menjadi salah satu bukti pemerataan hak masing – masing individu. Bahkan sebanyak 41 persen posisi kementerian di Norwegia diisi oleh wanita.

Pada akhirnya, kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak untuk hidup bebas, bebas dari diskriminasi serta bebas menentukan arah dan tujuan hidup sendiri. Kebebasan ini tidak hanya diperuntukkan untuk pria saja, namun bagi wanita juga berlaku hal yang sama. Karena sejatinya wanita memiliki hak dan potensinya masing – masing  dalam kehidupan, tanpa pengucilan dan pengecualian apapun . Pengucilan mengandung arti bahwa kelas sosial wanita dinomorduakan karena pandangan konservatif masyarakat tentang implementasi kodrat dan hak wanita, dan pengecualian terhadap partisipasi wanita dalam berbagai sektor karena dinilai tidak akan mampu dalam mengimbangi kinerja pria. Tindakan diskriminasi dan perampasan hak semacam itu sudah seharusnya dihilangkan karena terbukti sudah tidak relevan dalam zaman yang semakin modern ini.

Poin terpenting bahwa kesetaraan gender bukan berarti bahwa pria dan wanita harus setara dalam segala hal misalnya dari segi fisik, kodrati, sifat dan lain sebagainya. Pemahaman kesetaraan gender bukanlah seperti itu. Bahwa keseteraan gender lebih kepada perjuangan terhadap pemenuhan hak dan kesempatan yang sama antara kedua gender tersebut, dan itu adalah hal yang masuk akal, sebab baik pria maupun wanita sejatinya adalah sesama manusia yang seharusnya memiliki hak yang setara di mata hukum dan di mata masyarakat.

N.B. : Esai ini puji tuhan mendapatkan juara I dalam lomba karya tulis yang diselenggarakan kampus Unika Santu Paulus Ruteng dalam rangka memperingati hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2023.


DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. ( 2008 ) . Analisis Gender dan Transformasi Sosial, INSISTPress: Yogyakarta.

https://katadata.co.id/ . ( 18 Juli 2022 ). Indeks Ketimpangan Gender Indonesia, Terburuk di Bidang Politik. Diakses pada 17 April 2023 , dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/18/indeks-ketimpangan-gender-indonesia-terburuk-di-bidang-politik.

https://www.kompas.com/ . ( 21 April 2022 ). Sri Mulyani: Ketimpangan Gender di Indonesia Masih Cukup Besar . Diakses pada 19 April 2023 , dari https://money.kompas.com/read/2022/04/21/183700126/sri-mulyani--ketimpangan-gender-di-indonesia-masih-cukup-besar?page=all .

Palulungan, Lusia. M. Ghufran H. Kordi K. , dan Muhammad Taufan Ramli. ( 2020 ) . Perempuan, Masyarakat Patriarki & Kesetaraan Gender. Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) : Makassar.

Qomariah,  D.N. ( 2019 ) . Persepsi Masyarakat Mengenai Kesetaraan Gender Dalam Keluarga. Jurnal Jendela PLS, Vol 4 . Diakses dari https://bajangjournal.com/index.php/JIRK/article/view/1976 .

Suharjuddin . ( 2020 ) . Kesetaraan Gender Dan Strategi Pengarusutamaannya . CV Pena Persada : Jawa Tengah. 


Seorang manusia yang mencintai sastra , lahir dan dibesarkan di Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

0 comments:

Posting Komentar

Hubungi Saya

Telepon :

+628**********

Alamat :

Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur
Indonesia

Email :

fidelnarnia01@gmail.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Resensi Buku "Cinta Tak Kenal Batas Waktu"

Judul : Cinta Tak Kenal Batas Waktu Penulis : Wulan Murti Penerbit : Senja ...