Feature Seorang Ibu
Link feature : https://www.floresnews.id/news/4998460578/feature-bue-bila-manggarai-potret-kecantikan-wanita-tumbuh-dalam-dua-budaya-berbeda?page=all
Bu’e Bila Manggarai
Sebagian pembaca yang berasal dari daerah Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur mungkin tidak akan asing dengan sebutan bu’e bila yang dijadikan judul narasiku ini. Bu'e bila sendiri memiliki arti "gadis cantik" dan untuk masyarakat setempat istilah ini diungkapkan sebagai kekaguman kepada kecantikan wanita. Pantas saja julukan ini disematkan pada seorang ibu tangguh berusia 65 tahun bernama Maria Ernes Raga, yang tak lain adalah ibuku sendiri.
Ibuku dilahirkan dari kulturasi
budaya antara darah Bajawa dari sang ayah dan darah Suku Pacar Manggarai Barat
dari sang ibu, membuatnya tumbuh dalam dua budaya yang berbeda. Untuk itulah
Ibu Ernes, begitulah panggilan akrabnya, sering dijuluki bu’e bila atau
gadis cantik oleh anggota keluarga kami yang lain karena selain parasnya yang
memang cantik juga memiliki sifat dan kepribadian yang “cantik” pula. Selain
itu julukan bu’e bila itu menandakan bahwa beliau memiliki darah
percampuran Bajawa – Manggarai.
Wanita yang lahir di Desa
Pacar, Manggarai Barat ini adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Dibesarkan
di keluarga yang sederhana dengan ayah yang berprofesi sebagai guru dan ibu
yang seorang ibu rumah tangga kala itu membentuk ibuku menjadi seorang pribadi
yang mandiri dan bertanggung jawab. Sebagai kakak tertua kedua dalam keluarga
sudah menjadi kewajibannya untuk menjaga dan merawat adik – adiknya yang lain.
Ibu Ernes dikenal pula sebagai sosok yang rajin dalam keluarga, namun beliau
sendiri mengakui ia tidak serajin kakak sulungnya. Namun semangat belajar dan
bersekolah tidak pernah padam dalam diri beliau.
Hingga setelah tamat SMA, ibuku
berniat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Beliau menyadari pula
keadaan ayah dan ibunya saat itu yang bisa dikatakan tidak cukup mampu
membiayai sekolah di perguruan tinggi. Memang kakekku, ayah dari ibuku dulu
adalah seorang guru, namun penghasilan
dari pengajar pada waktu itu tentu saja jauh berbeda dengan guru sekarang di
mana gaji diperkirakan hanya cukup membiayai kehidupan sehari – hari saja. Namun
ketika kakek dan nenekku berhasil diyakinkan bahwa Ibuku memiliki niat yang penuh
untuk bersekolah akhirnya mereka berdua pun mengiyakan keinginannya.
Kota Kupang dipilih Ibuku untuk
melanjutkan pendidikan tingginya demi cita – citanya yang mulia yakni menjadi
seorang guru. Menjalani kehidupan yang benar – benar sendiri itu tidaklah
mudah, apalagi jauh dari orang tua dan semua harus dilakukan sendiri di tanah
orang pula . Bahkan beliau sempat berkisah zaman itu ketika orang tua
mengirimkan uang maka Ibuku harus menunggu paling cepat 2 atau 3 minggu karena
dahulu belum difasilitasi oleh kecanggihan teknologi layaknya sekarang. Kadang
tersirat juga dalam pikiranku sendiri apa jadinya jika aku hidup pada zaman itu
saat teknologi tidak secanggih sekarang, di mana kita harus menunggu kiriman uang
dari orang tua selama sebulan . Untuk membayangkannya saja sudah agak seram.
Untuk itulah aku pun belajar bahwa apa yang aku terima saat ini harus aku
syukuri dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Singkat cerita , berkat ketekunan dan pantang
menyerah dari Ibuku, beliau akhirnya menyelesaikan pendidikan tingginya dan kemudian
menjadi seorang guru di salah satu sekolah swasta di Kota Ruteng,
Manggarai. Setelah mengajar selama 33
tahun dari tahun 1984 sampai 2017 di sekolah tersebut akhirnya beliau pun
pensiun dari profesinya seorang guru.
Tentu waktu 33 tahun mengabdi bukanlah waktu
yang singkat. Fakta tersebut telah membuktikan bahwa Ibuku sangat mencintai
pekerjaannya dan sudah menyadari panggilannya sedari dulu untuk menjadi seorang
guru yang memiliki tugas yang mulia dalam mendidik dan mengajar agar kelak
menjadi pribadi yang berguna. Aku
berharap bisa menjadi guru seperti beliau yang mencintai pekerjaannya
jika suatu saat nanti aku menjadi seorang pendidik juga. Kadang terlintas dalam pikiran ini bahwa
mungkin aku sendiri terinspirasi oleh kisah Ibuku sendiri sehingga aku berniat
menjadi guru, untuk itulah aku sekarang berkuliah di jurusan pendidikan. Menurutku pribadi nilai – nilai kehidupan
seperti pelayanan dan mendidik layaknya
seorang guru telah diwariskan ibuku kepada kami semua sedari kecil dan mungkin
dengan alasan itulah aku ingin menjadi seperti beliau kelak.
Bagiku, ibuku adalah sosok pahlawan
dalam kehidupan nyata. Beliau ialah seorang sosok yang tangguh yang telah merawat, menjaga, membesarkan serta
mendidik anak – anaknya hingga menjadikan kami seperti sekarang. Aku sangat bersyukur dikaruniai seorang ibu
yang pantang menyerah dan sempurna seperti ibuku , seperti mama. Terbukti
dimulai dari kisah hidupnya yang yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi walaupun dengan keadaan ekonomi yang terbatas. Hingga akhirnya beliau
berhasil meyakinkan kedua kakek dan nenekku hingga kemudian menjadi guru sampai
sekarang dan tak terasa sudah berstatus seorang pensiunan.
Bahkan ketika dalam perjalanannya
saat ayah kami pergi meninggalkan kami untuk selamanya 7 tahun yang lalu
membuat beliau otomatis menjadi kepala keluarga. Pada saat itu aku sedang
berada di bangku sekolah menengah dan kakak keduaku sedang menempuh pendidikan
di perguruan tinggi. Untuk itu ibu pun harus mengatur perencanaan sebaik
mungkin untuk membagi setiap pengeluaran sehari – hari dengan biaya sekolah
kami yang tentunya tidak sedikit. Namun akhirnya Ibuku bisa melewatinya hingga
dapat menghantarkan kami semua pada jalan kami masing – masing sekarang.
Untuk itu aku sangat bersyukur
sekaligus bangga menjadi anak dari Bu’e
Bila Manggarai, Ibu Ernes Raga, ibuku tercinta. Banyak yang aku bisa
teladani dari beliau terutama soal sikap pantang menyerah dan tak mudah putus
asa. Terima kasih banyak Tuhan telah menganugerahkan ibu yang begitu sempurna untukku.
Tidak ada kata yang lebih indah lagi selain ucapan terima kasih kepadamu Ibu dan
aku berjanji akan selalu membuatmu bangga di setiap usaha dan kerja kerasku.


0 comments:
Posting Komentar