Welcome !

Perkenalkan Saya Fidelis Satrio Laba Pelajar/Mahasiswa Suka Berpetualang

Hasil Karyaku

Tentang Saya

Mahasiswa
Introvert Ekstrovert
Petualang
Tentang Saya

Fidelis Satrio Laba

Mahasiswa PBSI Unika Santu Paulus Ruteng

Seorang manusia yang mencintai sastra , lahir dan dibesarkan di Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Sekarang berstatus sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng Bercita-cita menjadi seorang pendidik yang bahagia mampu menularkan ilmu yang didapat kepada peserta didik agar kelak menjadi pemuda/i yang berguna bagi nusa dan bangsa. Aminnnnn..

Jenis Postingan

Puisi

Ada berbagai tulisan puisi yang kubuat sendiri mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua

Pantun

Pantun adalah salah satu jenis budaya sastra lama di Indonesia yang wajib dilestarikan

Kata Mutiara

Kata-kata indah berisi motivasi, sajak, ataupun sekadar perasaan yang aku alami tiap hari

Tulisan lainnya

Tulisan lain yang menginspirasi mulai dari resensi buku, novel, feature, dan lain sebagainya hasil karyaku. Semoga bermanfaat

Hasil Karyaku

Esai Kesetaraan Gender

WANITA INDONESIA : TANPA PENGECUALIAN DAN PENGUCILAN

Esai oleh Fidelis Satrio Laba 

Mahasiswa Tingkat I PBSI Unika Santu Paulus Ruteng

 

Penyetaraan hak merupakan salah satu isu yang sedang digaungkan dan diperjuangkan sampai saat ini. Dalam tata hukum Indonesia sendiri terdapat pasal dalam UUD 1945 yang menjamin keadilan dan pemerataan pemenuhan hak bagi setiap individu, tepatnya pada pasal 28 A – 28 J tentang Hak Asasi Manusia. Pasal – pasal  tersebut secara eskplisit menjelaskan bahwa jaminan pemenuhan hak terhadap tiap individu merupakan suatu hal yang mutlak tanpa alasan apapun, tak terkecuali perbedaan jenis kelamin.  Baik pria dan wanita  memiliki hak yang sama sebagai warga negara untuk tumbuh dan berkembang serta menjamin kehidupannya masing – masing.

Kesetaraan antara pria dan wanita atau yang lebih dikenal dengan kesetaraan gender ini nyatanya masih belum dapat diterapkan sepenuhnya. Kesetaraan gender sejatinya merupakan persamaan hak asasi manusia serta kesempatan bagi kedua jenis kelamin di semua sektor baik sosial , budaya , politik , pendidikan , hukum dan ekonomi. Berbicara tentang isu kesetaraan gender tidak pernah lepas dari wanita. Adanya diskriminasi khususnya terhadap kaum wanita menjadi penghambat utama penerapan kesetaraan gender. Berbagai kebijakan yang ada dianggap telah merampas hak wanita untuk mengembangkan potensinya dan berkarya di tengah masyarakat.

Permasalahan ketidakadilan gender ini telah banyak terjadi dan mungkin banyak yang tidak menyadari hal tersebut ada di sekitar kita. Misalnya anggapan bahwa wanita lebih baik untuk tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga dan hanya pria saja yang bisa melanjutkan pendidikan tinggi. Tidak jarang dalam satu lingkungan kerja ditemukan perbedaan upah antara pria dan wanita sekalipun memiliki kualifikasi dan pekerjaan yang sama . Masih banyak wanita yang mengalami beban ganda di mana wanita yang bekerja di sektor publik juga harus mengerjakan urusan kodratinya, seperti menjaga kebersihan rumah , memasak , dan mengurus anak ( Mansour Fakih, 2000 ). Bahkan wanita seringkali menjadi korban pelecehan dan kekerasan fisik.

Secara garis besar ada 2 ( dua )  penyebab ketidakadilan gender yang ada di masyarakat. Pertama yakni budaya dan pandangan masyarakat mengenai wanita, di mana wanita dianggap sebagai makhluk yang lemah sehingga tidak jarang wanita dinomorduakan dalam kelas sosial dibanding pria. Konstruksi gender pada suatu masyarakat yang masih kuno cenderung menyudutkan wanita dengan menganggap wanita adalah sosok yang lemah lembut, mudah perasa, tidak rasional sementara pria adalah sosok yang kuat, pemberani . dan  lebih rasional. Dengan pemikiran konservatif itulah dapat membuat wanita terus terperangkap dalam budaya patriarki.

Alasan kedua yaitu kurangnya kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dalam masyarakat. Mayoritas masyarakat menganggap kesetaraan gender tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama yang telah lama diterapkan . Padahal kesadaran gender lahir dari ketidakadilan yang dirasakan wanita dalam masyarakat. Wanita menuntut sebuah keadilan tanpa melupakan kodratnya sebagai wanita. Untuk itu masyarakat harus mengerti betul makna kesetaraan gender ini agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Pemerataan hak dan kewajiban bagi pria dan wanita ini juga masih menjadi perhatian utama pada skala global. Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan dengan sifat dan tingkatan yang bervariasi di berbagai negara atau wilayah di seluruh dunia. Untuk mengukur ketimpangan gender di suatu negara, United Nations Development Programme ( UNDP ) memperkenalkan Gender Inequality Index ( GII ) . GII atau Indeks Ketimpangan Gender digunakan untuk menjelaskan sejauh mana keberhasilan suatu pembangunan dilihat dari tiga aspek pembangunan manusia, yakni kesehatan reproduksi, pemberdayaan , dan partisipasi ekonomi. Indonesia sendiri mendapatkan skor Indeks Ketimpangan Gender sebesar 0,697 dan berada pada peringkat ke – 92 dari total 146 negara berdasarkan laporan World Economic Forum ( WEF ) dalam Global Gender Gap Report 2022. Hal ini menandakan masih adanya kesenjangan gender yang cukup besar di Indonesia hingga sekarang.

Memang tidak dapat dipungkiri kesetaraan gender dalam masyarakat Indonesia sudah mulai terlaksana secara perlahan. Sejarah bangsa Indonesia sendiri mencatat begitu banyak tokoh pejuang wanita yang sedari dulu memperjuangkan hak - hak wanita. Sosok yang paling kita ingat yaitu Ibu Raden Ajeng Kartini sebagai pelopor persamaan derajat wanita nusantara dengan mendobrak ketidakadilan yang dihadapinya kala itu. Dalam perjalanan selanjutnya, semangat perjuangan Ibu Kartini ini ditindaklanjuti pada tanggal 22 Desember 1928 oleh Kongres Perempuan Indonesia yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Ibu. Hingga sampai saat ini begitu banyak para pejuang feminisme tanah air yang turut berkarya demi kemajuan diri sendiri maupun bangsa.

Menurut Qomariah ( 2019 ), mayoritas masyarakat Indonesia telah menerima dan melaksanakan kesetaraan gender dalam kehidupan bermasyarakat meskipun masyarakat sendiri masih memiliki pandangan yang kurang terhadap pengertian kesetaraan gender. Contohnya saja dapat dilihat pada era sekarang ini di mana wanita sudah dapat menikmati pendidikan yang sama dengan pria tanpa dibatasi. Selain itu, wanita juga mendapatkan hak yang sama dalam menyampaikan aspirasinya. Sudah banyak tokoh – tokoh wanita yang berani tampil dan memiliki andil besar dalam berbagai sektor kehidupan masa sekarang , baik dalam bidang politik, hukum, ekonomi , sosial , dan sebagainya. Namun diharapkan penerimaaan ini bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh semua masyarakat ke depannya agar kesetaraan gender akan tetap tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Guna meningkatkan pemahaman dan penerapan kesetaraan gender ini, perlu adanya penanaman kembali nilai-nilai pluralis dalam kehidupan bermasyarakat khususnya anak muda sebagai generasi penerus. Nilai - nilai pluralis seperti saling menghormati, menghargai, mengerti dan pemahaman peran gender yang benar diharapkan mampu meminimalkan tindakan diskriminasi dan memahami bahwa pria dan wanita memiliki hak yang setara. Diperlukan sosialisasi yang secara kontinu dilakukan untuk mengupayakan persamaan hak dan kedudukan pria dan wanita. Mungkin kita bisa mencontoh negara Norwegia dan Islandia di Eropa yang cukup mampu menerapkan kesetaraan gender secara utuh di negaranya. Pemerataan jumlah tenaga kerja di berbagai sektor menjadi salah satu bukti pemerataan hak masing – masing individu. Bahkan sebanyak 41 persen posisi kementerian di Norwegia diisi oleh wanita.

Pada akhirnya, kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak untuk hidup bebas, bebas dari diskriminasi serta bebas menentukan arah dan tujuan hidup sendiri. Kebebasan ini tidak hanya diperuntukkan untuk pria saja, namun bagi wanita juga berlaku hal yang sama. Karena sejatinya wanita memiliki hak dan potensinya masing – masing  dalam kehidupan, tanpa pengucilan dan pengecualian apapun . Pengucilan mengandung arti bahwa kelas sosial wanita dinomorduakan karena pandangan konservatif masyarakat tentang implementasi kodrat dan hak wanita, dan pengecualian terhadap partisipasi wanita dalam berbagai sektor karena dinilai tidak akan mampu dalam mengimbangi kinerja pria. Tindakan diskriminasi dan perampasan hak semacam itu sudah seharusnya dihilangkan karena terbukti sudah tidak relevan dalam zaman yang semakin modern ini.

Poin terpenting bahwa kesetaraan gender bukan berarti bahwa pria dan wanita harus setara dalam segala hal misalnya dari segi fisik, kodrati, sifat dan lain sebagainya. Pemahaman kesetaraan gender bukanlah seperti itu. Bahwa keseteraan gender lebih kepada perjuangan terhadap pemenuhan hak dan kesempatan yang sama antara kedua gender tersebut, dan itu adalah hal yang masuk akal, sebab baik pria maupun wanita sejatinya adalah sesama manusia yang seharusnya memiliki hak yang setara di mata hukum dan di mata masyarakat.

N.B. : Esai ini puji tuhan mendapatkan juara I dalam lomba karya tulis yang diselenggarakan kampus Unika Santu Paulus Ruteng dalam rangka memperingati hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2023.


DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. ( 2008 ) . Analisis Gender dan Transformasi Sosial, INSISTPress: Yogyakarta.

https://katadata.co.id/ . ( 18 Juli 2022 ). Indeks Ketimpangan Gender Indonesia, Terburuk di Bidang Politik. Diakses pada 17 April 2023 , dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/18/indeks-ketimpangan-gender-indonesia-terburuk-di-bidang-politik.

https://www.kompas.com/ . ( 21 April 2022 ). Sri Mulyani: Ketimpangan Gender di Indonesia Masih Cukup Besar . Diakses pada 19 April 2023 , dari https://money.kompas.com/read/2022/04/21/183700126/sri-mulyani--ketimpangan-gender-di-indonesia-masih-cukup-besar?page=all .

Palulungan, Lusia. M. Ghufran H. Kordi K. , dan Muhammad Taufan Ramli. ( 2020 ) . Perempuan, Masyarakat Patriarki & Kesetaraan Gender. Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) : Makassar.

Qomariah,  D.N. ( 2019 ) . Persepsi Masyarakat Mengenai Kesetaraan Gender Dalam Keluarga. Jurnal Jendela PLS, Vol 4 . Diakses dari https://bajangjournal.com/index.php/JIRK/article/view/1976 .

Suharjuddin . ( 2020 ) . Kesetaraan Gender Dan Strategi Pengarusutamaannya . CV Pena Persada : Jawa Tengah. 


Good People vs Bad People



Menurut saya pribadi kesamaan dan perbedaan antara orang baik dan orang jahat agak subyektif, karena ada lebih dari satu perspektif untuk menunjukkan perbedaan dan persamaannya. Bagi saya persamaannya adalah orang baik dan orang jahat sama-sama memiliki tuhan tertentu. Orang baik percaya pada Tuhan yang menciptakan kita, orang jahat percaya pada tuhan mereka yang disebut iblis, yang diciptakan oleh Tuhan. Mereka akan melakukan hal yang sama seperti yang diperintahkan tuhan mereka. Sementara perbedaan antara orang jahat dan orang baik itu diukur dari perilaku dan motif mereka. Orang baik itu baik, jujur, mau membantu orang lain tanpa imbalan. Orang jahat sebaliknya; mereka tidak jujur ​​dan tidak mau membantu orang lain kecuali diberi imbalan, mereka melakukan hal jahat dengan motif jahat pula dan tidak akan merasa bersalah sama sekali. Tapi sekali lagi, baik dan buruk adalah subjektif. Alasan mengapa orang baik dan buruk mungkin karena lingkungan (kesempatan, pendidikan, dll), terkadang situasional juga (ketakutan, kelaparan, dll), atau juga masalah mental.

Belajar Dari Pelangi

Belajarlah dari pelangi. Pelangi terlihat indah karena dibentuk dari berbagai macam warna. Terasa sangat membosankan jika pelangi terdiri satu atau dua warna saja. Begitulah pula kehidupan. Kita diciptakan unik dan berbeda satu dengan yang lain. Kita memiliki "warna" dan ciri khas kita masing-masing sebagai penguat pribadi dan identitas. Bayangkan bila semua manusia di dunia memiliki fisik dan sifat yang sama. Akan terasa sangat datar dan membosankan.  Namun, lewat perbedaan tersebut kita bersatu untuk menciptakan sesuatu yang spesial. Warna warni yang kita punyai akan menciptakan sesuatu yang menarik untuk dilihat jika disatukan dengan yang lain, seperti pelangi. Hendaknya kita jadikan perbedaan bukan sebagai sumber perpecahan, namun akar persaudaraan untuk tetap bersatu.Kita boleh berbeda, namun jika kita bersatu, perbedaan tersebut tidak ada artinya lagi, yang ada hanyalah kebersamaan dan persatuan. Karena kebersamaan itu adalah yang utama, seperti pelangi yang memiliki keberagaman warna yang membuatnya istimewa. Hiduplah seperti pelangi, yang menyatukan perbedaan menjadi sesuatu yang indah, semuanya akan damai dan tenteram tanpa adanya perang dan perpecahan.

Kita Adalah Sutradara Film


Kita adalah sutradara dari film kehidupan kita sendiri. Tidak penting penilaian orang terhadap diri kita. Kita fokus saja pada peran yang kita jalankan dalam "film" kita. Orang -orang lain mungkin akan menjadi penonton dari apa yang kita lakukan dan perankan dalam kehidupan kita, tapi percayalah bukan merekalah sutradara yang perlu kita lihat. Tidak ada film yang sempurna, pasti saja akan ada kesalahan di sana sini yang terdapat dalam adegan-adegannya. Namun jangan khawatir akan ada proses editing di akhir yang akan memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut. Film terbaik adalah film yang diwarnai konflik dan permasalahan, justru hal itu adalah yang paling menarik. Jadi berhentilah menjadi sutradara bagi film kehidupan orang lain karena film kita sendiri jauh lebih menarik dan kita tidak akan pernah tau endingnya mungkin akan menjadi ending terbaik. 

Feature Seorang Ibu

 

Link feature : https://www.floresnews.id/news/4998460578/feature-bue-bila-manggarai-potret-kecantikan-wanita-tumbuh-dalam-dua-budaya-berbeda?page=all

 

Bu’e Bila Manggarai


        Sebagian pembaca yang berasal dari daerah Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur mungkin tidak akan asing dengan sebutan bu’e bila yang dijadikan judul narasiku ini. Bu'e bila sendiri memiliki arti "gadis cantik" dan untuk masyarakat setempat istilah ini diungkapkan sebagai kekaguman kepada kecantikan wanita. Pantas saja julukan ini disematkan pada seorang ibu tangguh berusia 65 tahun bernama Maria Ernes Raga, yang tak lain adalah ibuku sendiri.

Ibuku dilahirkan dari kulturasi budaya antara darah Bajawa dari sang ayah dan darah Suku Pacar Manggarai Barat dari sang ibu, membuatnya tumbuh dalam dua budaya yang berbeda. Untuk itulah Ibu Ernes, begitulah panggilan akrabnya, sering dijuluki bu’e bila atau gadis cantik oleh anggota keluarga kami yang lain karena selain parasnya yang memang cantik juga memiliki sifat dan kepribadian yang “cantik” pula. Selain itu julukan bu’e bila itu menandakan bahwa beliau memiliki darah percampuran Bajawa – Manggarai.

Wanita yang lahir di Desa Pacar, Manggarai Barat ini adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Dibesarkan di keluarga yang sederhana dengan ayah yang berprofesi sebagai guru dan ibu yang seorang ibu rumah tangga kala itu membentuk ibuku menjadi seorang pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Sebagai kakak tertua kedua dalam keluarga sudah menjadi kewajibannya untuk menjaga dan merawat adik – adiknya yang lain. Ibu Ernes dikenal pula sebagai sosok yang rajin dalam keluarga, namun beliau sendiri mengakui ia tidak serajin kakak sulungnya. Namun semangat belajar dan bersekolah tidak pernah padam dalam diri beliau.

Hingga setelah tamat SMA, ibuku berniat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Beliau menyadari pula keadaan ayah dan ibunya saat itu yang bisa dikatakan tidak cukup mampu membiayai sekolah di perguruan tinggi. Memang kakekku, ayah dari ibuku dulu adalah seorang guru,  namun penghasilan dari pengajar pada waktu itu tentu saja jauh berbeda dengan guru sekarang di mana gaji diperkirakan hanya cukup membiayai kehidupan sehari – hari saja. Namun ketika kakek dan nenekku berhasil diyakinkan bahwa Ibuku memiliki niat yang penuh untuk bersekolah akhirnya mereka berdua pun mengiyakan keinginannya.

Kota Kupang dipilih Ibuku untuk melanjutkan pendidikan tingginya demi cita – citanya yang mulia yakni menjadi seorang guru. Menjalani kehidupan yang benar – benar sendiri itu tidaklah mudah, apalagi jauh dari orang tua dan semua harus dilakukan sendiri di tanah orang pula . Bahkan beliau sempat berkisah zaman itu ketika orang tua mengirimkan uang maka Ibuku harus menunggu paling cepat 2 atau 3 minggu karena dahulu belum difasilitasi oleh kecanggihan teknologi layaknya sekarang. Kadang tersirat juga dalam pikiranku sendiri apa jadinya jika aku hidup pada zaman itu saat teknologi tidak secanggih sekarang, di mana kita harus menunggu kiriman uang dari orang tua selama sebulan . Untuk membayangkannya saja sudah agak seram. Untuk itulah aku pun belajar bahwa apa yang aku terima saat ini harus aku syukuri dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

 Singkat cerita , berkat ketekunan dan pantang menyerah dari Ibuku, beliau akhirnya menyelesaikan pendidikan tingginya dan kemudian menjadi seorang guru di salah satu sekolah swasta di Kota Ruteng, Manggarai.  Setelah mengajar selama 33 tahun dari tahun 1984 sampai 2017 di sekolah tersebut akhirnya beliau pun pensiun dari profesinya seorang guru.

 Tentu waktu 33 tahun mengabdi bukanlah waktu yang singkat. Fakta tersebut telah membuktikan bahwa Ibuku sangat mencintai pekerjaannya dan sudah menyadari panggilannya sedari dulu untuk menjadi seorang guru yang memiliki tugas yang mulia dalam mendidik dan mengajar agar kelak menjadi pribadi yang berguna. Aku  berharap bisa menjadi guru seperti beliau yang mencintai pekerjaannya jika suatu saat nanti aku menjadi seorang pendidik juga.  Kadang terlintas dalam pikiran ini bahwa mungkin aku sendiri terinspirasi oleh kisah Ibuku sendiri sehingga aku berniat menjadi guru, untuk itulah aku sekarang berkuliah di jurusan pendidikan.  Menurutku pribadi nilai – nilai kehidupan seperti pelayanan dan mendidik  layaknya seorang guru telah diwariskan ibuku kepada kami semua sedari kecil dan mungkin dengan alasan itulah aku ingin menjadi seperti beliau kelak.

Bagiku, ibuku adalah sosok pahlawan dalam kehidupan nyata. Beliau ialah seorang sosok yang tangguh yang  telah merawat, menjaga, membesarkan serta mendidik anak – anaknya hingga menjadikan kami seperti sekarang.  Aku sangat bersyukur dikaruniai seorang ibu yang pantang menyerah dan sempurna seperti ibuku , seperti mama. Terbukti dimulai dari kisah hidupnya yang yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi walaupun dengan keadaan ekonomi yang terbatas. Hingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan kedua kakek dan nenekku hingga kemudian menjadi guru sampai sekarang dan tak terasa sudah berstatus seorang pensiunan. 

Bahkan ketika dalam perjalanannya saat ayah kami pergi meninggalkan kami untuk selamanya 7 tahun yang lalu membuat beliau otomatis menjadi kepala keluarga. Pada saat itu aku sedang berada di bangku sekolah menengah dan kakak keduaku sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Untuk itu ibu pun harus mengatur perencanaan sebaik mungkin untuk membagi setiap pengeluaran sehari – hari dengan biaya sekolah kami yang tentunya tidak sedikit. Namun akhirnya Ibuku bisa melewatinya hingga dapat menghantarkan kami semua pada jalan kami masing – masing sekarang.

Untuk itu aku sangat bersyukur sekaligus bangga menjadi anak dari  Bu’e Bila Manggarai, Ibu Ernes Raga, ibuku tercinta. Banyak yang aku bisa teladani dari beliau terutama soal sikap pantang menyerah dan tak mudah putus asa. Terima kasih banyak Tuhan telah menganugerahkan ibu yang begitu sempurna untukku. Tidak ada kata yang lebih indah lagi selain ucapan terima kasih kepadamu Ibu dan aku berjanji akan selalu membuatmu bangga di setiap usaha dan kerja kerasku.

Hubungi Saya

Telepon :

+628**********

Alamat :

Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur
Indonesia

Email :

fidelnarnia01@gmail.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Resensi Buku "Cinta Tak Kenal Batas Waktu"

Judul : Cinta Tak Kenal Batas Waktu Penulis : Wulan Murti Penerbit : Senja ...